Memaknai Pandemi Covid-19 ala Pesantren
Peristiwa pandemi covid-19 melanda dunia termasuk Indonesia sehingga beberapa kegiatan dan aktifitas diluar normal. Pemerintah Indonesia untuk saat ini memberikan kelonggaran aktifitas asalkan tetap menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan (3M). Istilah tersebut juga bisa disebut sebagai new-normal atau kenormalan baru[1]. Sebagai santri dalam peristiwa pandemi Covid-19 ini dengan menjalankan 3M adalah bukti dari hubbul wathon minal Iman “kecintaan terhadap negara juga termasuk bagian dari sebagian Iman” karena turut menjaga dan melaksanakan anjuran pemerintah[2], [3].
Anjuran pemerintah 3 M dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari harus kita laksanakan. Hal tersebut tidak hanya dilakukan secara lahir saja tetapi perlu dimaknai agar hidup lebih bermakna. Allah menurunkan peristiwa pandemi ini pasti memiliki makna dan pelajaran dengan demikian santri sebagai calon pewaris Nabi harus memaknai dengan kecerdasan berpikir dan dilandasi keagamaan yang kuat. Memaknai 3 M ala santri adalah sebagai berikut:
Memakai Masker: Secara medis, memakai masker mampu mencegah tertularnya covid-19 apabila dipakai dengan benar. Memakai masker adalah menutup mulut dan hidung agar terhindar dari droplet yang mau masuk ke anggota tubuh. Jika sudah dilaksanakan dengan benar maka santri seharusnya dapat memaknai secara Islami yaitu; Menutup mulup bisa jadi isyarah buat manusia saat ini agar tidak terlalu banyak bicara baik di dunia nyata atau dalam dunia maya. Seperti istilah “mulutmu dalah harimau mu”. Menjaga lisan memang penting apabila kita tidak terlalu penting untuk dibicarakan. Berbicaralah sesuai kapasitasmu apabila kamu tidak pada mempunyai ilmu pada apa yang dibicarakan lebih baik diam saja. Santri janganlahlah banyak bicara, berbicara seperlunya saja. teruslah belajar dan bertindak agar kelak menjadi pemimpin atau ulama untuk meneruskan tradisi-tradisi yang baik.
Mencuci Tangan: Sebagai santri mencuci tangan adalah hal sudah dilakukan semenjak bangun tidur hingga kembali tidur malam lagi. Santri yang menjalankan tradisi pesantren dengan baik akan melakukan cuci tangan dengan wudhu paling tidak sehari lima kali. Hal itu hanya melakukan kewajiban saja. Apabila ada santri yang melakukan tradisi lebih dari itu misalkan ditambahi dengan sholat dhuha dan shalat malam maka penambahan wudhu menjadi 7 kali. Itupun belum kebutuhan mandi dua kali dan hal-hal lain. Insya allah santri kuat dan sehat. Memaknai mencuci tangan bisa juga isyarah bahwa yang dicuci adalah tangan maka tangan haruslah bersih dan terhindar dari kotoran atau secara makna kotoran dosa kecil. Membersihkan tangan bisa dibarengkan dengan berwudhu sehingga mempunyai makna dan manfaat yang besar bagi imunitas dan keimanan, palagi kalau santri mampu mudhawamatul wudhu`[4], [5].
Di era globalisasi ini tangan sebagai media untuk komentar di facebook, instagram dan beberapa media social yang lainnya. bersihkanlah tangan kalian dari komentar-komentar kebencian dan tidak berguna. Kiai Munawaar Suci Gresik selalu berpesan bahwa “sebagai santri gunakanlah penamu untuk menulis dan memaknai kitab-kitab yang kosong dan belum pernah kau maknai”. Hal ini adalah isyarah bahwa jika masih dipesantren maka menulis dan memaknai untuk belajar adalah sesuatu yang harus dilakukan sedangkan ketika sudah menjadi alumni dan berkiprah dimasyarakat maka menjadi penulis seperti Kiai Munawar Suci Gresik (w-2012), Kiai Bashori Alwi Malang (w.2020), Kiai Asrori Al-Ishaqi Surabaya (Mursyid TQN Al-usmaniyah) w. 2009), Ustad Ahmad Baso dan penulis-penulis yang lainya.
Menjaga jarak: Segala kegiatan yang menimbulkan kerumunan masih banyak dilarang dan hanya ada beberapa yang boleh dilakukan. Jamaah sholat saat pandemi Covid-19 ini juga seperti terasa aneh harus menjaga jarak paling tidak satu meter. Majelis Dzikir hingga saat ini hanya dilakukan dalam skala kecil dan harus memakai protocol kesehatan[6]. Lantas bagaimana santri memaknai menjaga jarak? Memang beberapa kegiatan dan aktifitas berjamaah terdapat beberapa kemanfaat akan tetepi sebagai santri juga harus bisa memposisikan diri ketika menjaga jarak. Dalam literatur tasawuf, bisa juga kita melakukan uzlah dan khalwat. Menyepi untuk berzikir, bertafakur dan kegiatan positif yang lainya. Uzlah bermanfaat untuk meningkatkan keimanan, mental dan spiritual santri[7], seperti istilah Kiai Musthofa Bisri pada puisi beliau yaitu ”Talbiyah di Kesendirian”[8].
Penulis : Muhammad Anas Ma`arif,
(25-10-2020)
Sumber:
[1] H. I. Safitri and H. Harun, ‘Membiasakan Pola Hidup Sehat dan Bersih pada Anak Usia Dini Selama Pandemi Covid-19’, Jurnal Obsesi, vol. 5, no. 1, pp. 385–394, Jun. 2020, doi: 10.31004/obsesi.v5i1.542.
[2] W. S. Tri, ‘Hubbul Waton Minal Iman as Reinforcement Theorem of State Defense in the Context of Terrorism Prevention in Indonesia’, SHS Web of Conferences, vol. 54, p. 08019, Jan. 2018, doi: 10.1051/shsconf/20185408019.
[3] M. B. Sakti, I. Suntoro, and Y. Nurmalisa, ‘Peranan Pesantren Dalam Menumbuhkan Wawasan Kebangsaan Kepada Santri’, Jurnal Kultur Demokrasi, vol. 7, no. 4, Art. no. 4, Aug. 2018, Accessed: Oct. 26, 2020. [Online]. Available: http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/JKD/article/view/16557.
[4] M. S. el-Bantanie, Dahsyatnya terapi wudhu. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2013.
[5] L. Lela and L. Lukmawati, ‘“Ketenangan”: Makna Dawamul Wudhu (studi Fenomenologi Pada Mahasiswa Uin Raden Fatah Palembang)’, Psikis : Jurnal Psikologi Islami, vol. 1, no. 2, pp. 55–66, 2015, Accessed: Oct. 26, 2020. [Online]. Available: http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/psikis/article/view/568.
[6] T. Suyanto, ‘Santri di Tengah Pandemi: Pencarian Makna Substantif dan Peran Strategis’, Pondok Pesantren UII, Jun. 10, 2020. https://pesantren.uii.ac.id/2020/06/10/santri-di-tengah-pandemi-pencarian-makna-substantif-dan-peran-strategis/ (accessed Oct. 26, 2020).
[7] Z. Arifin and M. Rhoyachin, ‘Uzlah Practice to Enhance Santri’s Mentality and Spirituality’, Jurnal Pendidikan Islam, vol. 5, no. 2, pp. 201–210, 2019.
[8] B. Musthofa, ‘Puisi Gus Mus: Talbiyah dalam Kesendirian’, Mar. 18, 2020. https://www.nu.or.id/post/read/117929/puisi-gus-mus–talbiyah-dalam-kesendirian (accessed Oct. 26, 2020).